Aisyah Zhafira Zainairfa |
Kingdon181 Cyber Area
Jumat, 15 Juni 2012
KISAH JILBAB HATI
Oleh: Dila Afriani, S.Pd
Ada seorang perempuan yang dikenal taat
beribadah. Ia kadang menjalankan ibadah sunnah. Hanya satu kekurangannya. Ia
tak mau berjilbab. Menutup auratnya. Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum dan
menjawab, “Insyaallah. Yang penting hati dulu yang berjilbab.” Sudah banyak
orang yang menanyakannya maupun menasehatinya. Tapi jawabannya tetap sama.
Hingga di suatu malam…
Label:
Renungan
Dangau-dangau Puisi
Lake Maninjau, Tanjung Raya, Indonesia
Rabu, 13 Juni 2012
Perjuangan Si Miskin Menggapai Ilmu
Pendidikan adalah hak semua anak bangsa karena mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah salah satu amanat yang
tercantum dalam batang tubuh UUD 1945. Untuk memberikan hak anak bangsa itu
pemerintah telah berupaya menetapkan berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan
tersebut mengalami perubahan silih berganti mengiringi silih bergantinya
pejabat yang mengurusi bidang pendidikan. Hasilnya, saat ini telah ada wajib
belajar bagi anak bangsa tetapi hanya sampai jenjang sekolah menengah atas.
Membaca Singgalang Jumat,
(8/6/2012) dengan judul Gemi berangkat ke USU, Erni ke UI yang mengabarkan
tentang perjuangan anak bangsa dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang perguruan tinggi membuat saya merinding. Kenapa tidak,
begitu nyatanya ketimpangan perjuangan memperoleh pendidikan antara si miskin
dengan si kaya.
Label:
Celoteh Usil
Dangau-dangau Puisi
Padang, Indonesia
Minggu, 03 Juni 2012
Maaf… Mak…!?
Cerpen DM. Thanthar
Nafas reformasi pun belum
mampu mengatasi kebobrokan negeri ini. Keangkuhan tembok-tembok sosial yang
memisahkan si kaya dengan si miskin makin mencakar langit. Akibatnya,
orang-orang makin mudahnya menjual moral mereka hanya untuk mencari kekayaan,
menumpuk-numpuk harta benda untuk suatu saat di pamerkan pada tamu-tamu yang
berkunjung ke rumahnya, walaupun tetangganya akan mati kelaparan.
Semakin hari, semakin banyak
makhluk yang disebut manusia itu terjerumus manjadi kaum pemuja harta, pemuja
dunia, dan menjadi budak dari apa yang mereka ciptakan sendiri. Mereka seakan
lupa akan kodratnya, lupa darimana mereka berasal dan kemana mereka akan
kembali setelah masa hidupnya yang singkat berakhir. Agaknya, bagi mereka,
setelah mati habislah perkara.
Aku tidak sepaham dengan
mereka. Bagiku, persoalan hidup tidaklah semudah itu. Lingkaran hidup makhluk
memang sederhana. Lahir, tumbuh menjadi anak-anak, remaja, dewasa, tua, dan
kemudian mati. Kira-kira seperti itulah lingkaran kehidupan yang utuh. Kalaupun
lingkaran kehidupan itu tidak utuh, maka tetap kematian yang menjadi muaranya.
Sabtu, 02 Juni 2012
Cinta Itu Seperti Menunggu Bis Saja
Saat berkunjung ke ANRI, April 2012 |
Oleh: DM. Sutan Zainuddin, S.S
Dulu, sekitar empat tahun yang lalu, ketika saya membuka email, saya meihat satu pesan dari seorang sahabat. Email tersebut sepertinya diforward kepada saya, subyeknya sesuai dengan judul tulisan ini yakni Cinta Itu Seperti Menunggu Bis Saja. Awalnya, kehadiran email tersebut saya abaikan saja karena saat itu saya sedang tidak ingin membaca sesuatu tulisan yang berkaitan dengan kata-kata cinta. Jika meminjam istilah anak muda zaman sekarang, agaknya saat itu saya sedang galau sehingga hanya ingin melakukan sesuatu yang bersifat religius tanpa cinta.
Beberapa bulan setelah itu, tiba-tiba saya ingin sekali membuka email tersebut dan membacanya dengan tuntas. Usai membaca, ternyata tak cukup sekali, saya mengulang lagi membacanya sampai berkali-kali. Lantas, saya mencoba menyelami makna nan tersimpan dalam cerita itu. Ketika itu saya menyadari bahwa andai email itu saya baca pada saat saya galau dahulu tentu kegalauan saya akan segera bisa saya tepiskan. Emailnya hanya berisikan hal yang sederhana, namun bagi saya cukup bermakna. Makna itu makin terasa kembali ketika saya mulai memikirkan masa depan untuk membangun jamaah kecil dalam ikatan suci. Nah, pada kesempatan ini saya mempostingnya disini untuk anda. Tidak ada maksud apa-apa, hanya sekedar berbagi.
***
Langganan:
Postingan (Atom)