Kingdon181 Cyber Area

Rabu, 24 Desember 2008

FENOMENA MENGUATNYA PERAN AYAH DALAM KELUARGA DI MINANGKABAU

DM. Sutan Zainuddin, S.S


Masyarakat Minangkabau merupakan etnis yang menganut sistem kekerabatan matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ibu. Masyarakat Minangkabau adalah masyarakat matrilineal terbesar di dunia (Evers & Korff). Menurut pola ideal, berdasarkan sistem kekerabatan matrilineal, di Minangkabau hubungan antara mamak (saudara lali-laki ibu) dan kemenakan (anak dari saudara perempuan) adalah hubungan yang saling mengikat. Mamak berkewajiban untuk mendidik kemenakannya sampai si kemenakan menjadi “orang”, dan untuk itu kemenakan dikehendaki untuk mematuhi segala nasihat dan arahan yang dilakukan oleh mamaknya.

Ninik mamak merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan nagari menurut pola tradisional. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang sistem pemerintahan terendah yang mulai berlaku di Sumatra Barat tahun 1983 berdasarkan Perda Nomor 13 Tahun 1983 menyebabkan sistem pemerintahan nagari digantikan dengan sistem pemerintahan desa dan kelurahan. Dampaknya adalah berkurangnya peran ninik mamak dalam kehidupan masyarakat nagari. Fungsi ninik mamak telah digantikan oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) buatan Pemerintah Orde Baru. Tumbangnya Orde Baru dan lahirnya Era Reformasi tahun 1998 menimbulkan keinginan masyarakat Minangkabau untuk kembali menghidupkan lembaga ninik mamak dalam nagari.


Seputar Angkutan Umum di Kota Padang


Oleh: DM. Thanthar

Jika anda berkunjung ke kota Padang maka anda akan menemukan angkutan umum yang memiliki nilai kekhasan tersendiri. Maksudnya adalah anda akan menjumpai angkutan umum yang di modifikasi sedemikian rupa sehingga tampilannya cukup menarik. Semua itu tentunya tidak terlepas dari persaingan dalam menarik minat konsumen (baca: penumpang).

Anda boleh percaya boleh juga tidak, tetapi yang jelas angkutan umum di Kota Padang memang memiliki daya tarik tersendiri. Jika dilihat sekilas, angkutan umum tersebut seolah-olah menyerupai mobil balap. Berbagai tulisan menghiasi body dan juga kaca angkutan umum tersebut seakan-akan tulisan-tulisan tersebut adalah sponsor. Body angkutan umum tersebut juga dimodifikasi sehingga terkesan menjadi mobil ceper. Tidak hanya itu, dalam masalah audio alias musik juga disetting sedemikian rupa sehingga suara dentuman musik menjadi hal yang tidak asing lagi. Bahkan juga ada yang sengaja memasang layar video sebagai pemanis dan pelaris mobilnya.


Selasa, 11 November 2008

Balai Belo; Dari Desa Menjadi Jorong


Oleh: DM. Thanthar


Otonomi daerah menyimpan banyak cerita. Bagi sebagian masyarakat, otonomi daerah dianggap cara terbaik untuk mengembalikan eksistensi daerah seperti masa sebelum terkekangnya suara rakyat di daerah. Akan tetapi tidaklah demikian halnya dengan masyarakat Balai Belo Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam.

Balai Belo, sebelum diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, merupakan sebuah desa. Sebagai sebuah desa, Balai Belo memiliki lembaga-lembaga, baik formal maupun non formal sebagai kelengkapan desa. Status sebagai desa memberikan kesempatan kepada masyarakat Balai Belo untuk bisa menata sendiri arah perkembangan dan pembangunan desa mereka. Namun demikian, setelah UU No. 22 tahun 1999 ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat dengan Perda No. 9 tahun 2000 dan Perda Kabupaten Agam No. 31 tahun 2001 maka program kembali ke nagari pun mulai bergulir. Dampaknya, Balai Belo harus kembali menjadi bagian dari Kenagarian Koto Kaciak. Artinya, status Balai Belo kembali berubah dari sebuah desa menjadi sebuah jorong.


Minggu, 28 September 2008

SELAMAT LEBARAN 1429H/2008M

KINGDON181 Mengucapkan:

SELAMAT MEMPERINGATI HARI SOEMPAH PEMOEDA (1928-2008)
DAN HARI PAHLAWAN (10 NOVEMBER)

Sabtu, 13 September 2008

Fenomena Maninjau dan Aturan Di Kelok 44




Oleh: DM. Thanthar


Di kelok ampek puluh ampek
Denai bamulo barangkek
Tinggalah kampuang sanak saudaro
… … …


Lagu di atas mengingatkan kita dengan Elli Kasim, seorang penyanyi Legendaris Minangkabau kelahiran Tiku. Sementara itu, bait-bait lagu akan mengingatkan kita kepada sebuah jalur perjalanan yang memiliki tikungan (baca : kelok) tajam sebanyak 44 (ampek puluah ampek) buah. Memang lagu tersebut bercerita tentang kesedihan seseorang yang akan pergi merantau, meninggalkan kampung halamannya dengan melewati kelok 44.

Kelok 44 sering sekali dikaitkan dengan daerah Maninjau. Paling tidak ini disebabkan karena kelok 44 merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan Bukittinggi dengan Lubuak Danau Nan Sapuluah yang lebih dikenal dengan sebutan Danau Maninjau.


KELARASAN KE-TIGA DI MINANGKABAU; Hasil Perkawinan Lareh Nan Duo



Oleh: DM. Thanthar


Alam Minangkabau dikenal dengan sebutan luhak nan tigo dan lareh nan duo. Luhak nan tigo terdiri dari Luhak Tanah Data, Luhak Agam, dan Luhak 50 Koto, sedangkan lareh nan duo adalah kelarasan Koto Piliang dan kelarasan Bodi Caniago.
Istilah luhak mengandung pengertian geografis, politik administratif, sosial ekonomis dan budaya. Sementara itu istilah lareh (laras) memiliki makna ’hukum’, yaitu tata cara adat turun temurun (MD.Mansoer,dkk: 1970).

Kelarasan Koto Piliang merupakan hasil pemikiran Datuk Katumanggungan, sedangkan kelarasan Bodi Caniago dirumuskan oleh Datuk Parpatiah Nan Sabatang. Kedua datuk ini diyakini oleh masyarakat Minangkabau sebagai founding father adat di Minangkabau. Dua kelarasan tersebut merupakan kelarasan yang dianut oleh sebagian besar kaum di Minangkabau. Namun demikian, ada kaum di Minangkabau yang tidak menganut salah satu dari dua sistem kelarasan yang ada itu. Mereka tidak memakai sistem kelarasan Bodi Caniago, tetapi kelarasan Koto Piliang juga bukan. Hal itu dinyatakan dalam pantun adat: Pisang sikalek-kalek utan, pisang tambatu nan bagatah. Koto Piliang inyo bukan, Bodi Caniago inyo antah. (Pisang sikelat-kelat hutan, pisang tambatu nan bergetah. Koto Piliang mereka bukan, Bodi Caniago mereka entah).


WAJAH MINANGKABAU MASIH SAMAR; Seputar Keberadaan Luhak Nan Tuo Di Minangkabau



Oleh: DM. Thanthar


Sumatra Barat merupakan wilayah yang dahulunya merupakan bagian dari wilayah Minangkabau. Wilayah Sumatra Barat tidak sama dengan wilayah Minangkabau, karena wilayah Minangkabau jauh lebih luas daripada wilayah Sumatera Barat. Namun demikian, pada saat ini hanya wilayah Sumatra Barat yang identik dengan wilayah Minangkabau.
Wilayah Minangkabau terdiri dua bagian yaitu daerah luhak dan rantau. Daerah luhak terdiri dari Luhak Tanah Data, Luhak Agam, dan Luhak 50 Koto. Ketiga luhak tersebut dikenal dengan Luhak Nan Tigo. Selain Luhak Nan Tigo, ternyata ada satu luhak yang jarang disebutkan dalam pembagian wilayah Minangkabau yakni Luhak Kubuang Tigo Baleh yang terletak di sekitar Gunung Talang (A.A. Navis : 1984).

Sementara itu daerah rantau, secara etnografis, adalah wilayah Minangkabau yang berada di luar daerah luhak nan tigo. Daerah rantau dikenal juga dalam pembagiannya secara geografis yakni rantau pesisir barat dan rantau pesisir timur, yang pada umumnya merupakan daerah aliran sungai. Rantau pesisir barat berada di sepanjang pesisir barat Sumatra, mulai dari Barus (Sumatra Utara) sampai ke Muko-muko (Bengkulu). Rantau aliran sungai terdiri dari Sungai Kampar, Kuantan, Ombilin, Batanghari, dan aliran sungai yang mengalir ke pantai timur Sumatra.


Rabu, 27 Agustus 2008

ANAK JALANAN DAN KENAKALAN REMAJA DI PERKOTAAN

Oleh: DM. Sutan Zainuddin, S.S

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya remaja. Dengan kata lain, secara ideal perkembangan remaja akan optimal apabila mereka hidup bersama keluarganya. Tentu saja keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang harmonis, sehingga remaja memperoleh berbagai jenis kebutuhan, seperti kebutuhan fisik-organis, sosial maupun psiko-sosial.
Uraian tersebut merupakan gambaran ideal sebuah keluarga. Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran ideal tersebut. Perubahan sosial, ekonomi dan budaya dewasa ini telah banyak memberikan hasil yang menggembirakan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian pada waktu bersamaan, perubahan-perubahan tersebut membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi keluarga. Misalnya Adanya gejala perubahan cara hidup dan pola hubungan dalam keluarga karena berpisahnya suami/ibu dengan anak dalam waktu yang lama setiap harinya. Kondisi yang demikian ini menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens. Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh . Ambisi karier dan materi yang tidak terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga.

ALAM SURAMBI SUNGAI PAGU; Bukan Rantau Namun Ba Rajo



Oleh: DM. Thanthar

Minangkabau secara umum terdiri dua bagian yaitu daerah luhak dan rantau. Pembagian wilayah tersebut telah mempengaruhi corak pemerintahan tradisional lokal yang ada di daerah luhak dan rantau. Masing-masing daerah tersebut memiliki corak pemerintahan yang berbeda. Daerah luhak dipimpin oleh seorang penghulu, sedangkan rantau dipimpin oleh raja. Hal itu berkaitan dengan ketentuan adat yang berkembang di Minangkabau, yakni Luhak Ba Panghulu, Rantau Ba Rajo. Artinya, kekuasaan raja hanyalah berlaku di rantau sedangkan di luhak penghulu yang menjabat sebagai kepala pemerintahan.
Salah satu daerah yang berada di luar luhak nan tigo adalah Alam Surambi Sungai Pagu, daerah ini bukanlah daerah rantau. Dengan demikian, ketentuan itu tidak berlaku di Alam Surambi Sungai Pagu, karena Alam Surambi Sungai Pagu tidak berada di daerah pesisir. Daerah ini disebut sebagai ikua darek kapalo rantau. Artinya, tidak termasuk daerah darek dan tidak termasuk pula pada daerah rantau. Daerah ini memiliki corak kekhasan tersendiri karena secara kultural daerahnya berada di bawah pemerintahan tradisional.

SEJARAH BUKAN SASTRA



Oleh : DM Thanthar
“Sejarah dan Sastra berbeda dalam struktur dan substansinya. Sejarah adalah sejarah sebagai ilmu, dan sastra adalah sastra sebagai imajinasi.” (Kuntowijoyo, 2004).

Sejarah sebagai ilmu selalu terikat kepada prosedur penelitian yang bersifat ilmiah. Selain itu sejarah sebagai ilmu juga terikat kepada penalaran yang berdasarkan fakta. Pemujaan sejarah terhadap fakta memang sangat mendalam, sehingga fakta telah menjadi tumpuan mutlak bagi sejarah. Tanpa fakta maka penulisan sejarah tidak akan menjadi karya sejarah, bahkan sangat mungkin hasil akhir penulisan sejarah yang mengabaikan fakta akan menjadi karya sastra.
Kuntowijoyo melihat perbedaan sejarah dengan sastra dalam tiga hal, yaitu cara kerja, kebenaran, hasil keseluruhan, dan kesimpulan. 

Cara kerja sastra merupakan pekerjaan imajinasi yang lahir dan dibangun oleh pengarangnya. Imajinasi yang dibangun itu sesuai dengan kehidupan yang dipahami oleh pengarang. Dengan demikian, pengarang atau penulis karya sastra lebih memiliki kebebasan dalam melahirkan karya. Bahkan seorang penulis karya sastra (Cerpenis, Novelis, dll) berhak membangun dunianya sendiri, sesuai dengan yang ada dalam imajinasinya. Hal itu dapat terjadi karena kebenaran dalam karya sastra berada di bawah kekuasaan pengarang. Kebenaran dalam karya sastra lahir dari sikap subyektif pengarang terhadap dunia yang dibangunnya. Akan tetapi, untuk hasil keseluruhan pengarang dituntut agar selalu disiplin dengan dunia yang telah dibangunnya. Saat menarik kesimpulan atau mengakhiri karyanya, penulis karya sastra tidak terikat dengan kesimpulan yang konkret. Dengan melemparkan sebuah pertanyaan kepada pembaca, pengarang sudah bisa mengakhiri karyanya.

DINAMIKA DEMOKRASI DI MINANGKABAU*



Oleh: DM. Thanthar

Pengantar

Kebhinnekaan yang ada di Indonesia adalah kekayaan yang tidak ternilai harganya. Kebhinekaan ini pulalah yang dapat kita jadikan sebagai kebanggaan. Apabila dilakukan napak tilas terhadap perjalanan panjang bangsa Indonesia. Maka kita akan menemukan fakta bahwa tegaknya bangsa Indonesia adalah sebagai akibat menyatunya kebhinekaan yang ada. Lahirnya Sumpah Pemuda merupakan awal penyatuan kebhinnekaan.
Kalau kita boleh berandai-andai, tentunya kita tidak dapat membayangkan negara yang bagaimana yang akan terwujud apabila masing-masing daerah terus berjuang untuk kepentingan daerah mereka sendiri. Bukan tidak mungkin yang akan lahir adalah Negara Sumatra, Negara Jawa, Negara Kalimantan, Negara Sulawesi, dan negara-negara lainnya. Tetapi semua itu hanyalah pengandaian. Sekarang realitanya adalah kita tergabung dalam satu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, tentunya kita harus berbuat untuk mewujudkan cita-cita proklamasi, yaitu tegaknya demokrasi.

WAJAH MANINJAU DI LIDAH TINTA





Maninjau Padi Lah Masak
Batang Kapeh Batimba Jalan
Hati Risau Dibaok Galak
Bak Cando Paneh Manganduang Hujan.

Maninjau terletak di pinggir sebuah danau, yang juga disebut sebagai Danau Maninjau. Penamaan daerah Maninjau mencakup seluruh nagari-nagari yang ada di salingka Danau Maninjau. Namun penggunaan kata Maninjau secara administratif menunjukkan pada wilayah Kecamatan Tanjung Raya. Akan tetapi, jika disebutkan Nagari Maninjau maka itu akan menunjuk pada wilayah sebuah nagari yang terdapat di daerah Maninjau, yaitu Nagari Maninjau.

Kamis, 07 Agustus 2008

Prangko Sebagai Alat Bukti Sejarah

.
Penny Black, prangko pertama di dunia (1840)



Oleh: DM. Thanthar

Berbicara mengenai sejarah tentunya tidak begitu asing bagi kita. Secara sederhana, sejarah dapat diartikan sebagai sebuah rekonstruksi terhadap masa lampau. Ketika rekonstruksi akan dilakukan maka seorang sejarahwan akan mencari informasi (baca: data) yang berkaitan dengan peristiwa yang akan direkonstruksi. Pencarian itu adalah usaha untuk mendapatkan bukti-bukti yang akurat dan akan mempengaruhi proses penulisan sejarah (baca: historiografi). Berkaitan dengan historiografi itu, bisakah prangko masuk dalam kategori bukti-bukti sejarah?

Dalam tulisan ini akan dijelaskan sekilas mengenai hubungan prangko dengan sejarah. Banyak orang yang belum memahami arti dari prangko dan perannya sebagai alat bukti sejarah. Prangko berbeda dengan bukti-bukti sejarah yang lain, seperti : piagam, prasasti, monumen, candi, tugu, dan bukti-bukti sejarah lainnya yang sama-sama bersifat artefak.


SHALAWAT DULANG; Tradisi seni yang kian pudar

.
Shalawat Dulang
Oleh: DM. Thanthar


Shalawat dulang merupakan salah satu tradisi seni Minangkabau yang mulai pudar digilas arus globalisasi. Kondisi ini sebenarnya cukup memprihatinkan karena Shalawat dulang merupakan salah satu kekayaan seni yang patut dipertahankan. Namun demikian, Shalawat dulang masih dapat ditemui, walau hanya pada daerah-daerah tertentu saja. Salah satu daerah di Minangkabau yang masih melestarikan Shalawat dulang adalah Nagari Tuo Minangkabau, yaitu Nagari Pariangan.

Shalawat dulang memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari alat yang digunakan sebagai sumber musik untuk mengiringi syair-syair yang didendangkan, yaitu dulang. Dulang adalah sebuah benda yang berbentuk seperti piring, tetapi ukurannya lebih besar dibandingkan piring yang biasa digunakan untuk makan. Dulang terbuat dari bahan sejenis tembaga, jadi ketika dipukul dulang tersebut akan mengeluarkan nada yang khas. Nada yang berasal dari dulang itulah yang digunakan sebagai musik pengiring syair.


Dream Motorcycle

Dream Motorcycle
Suzuki
Powered By Blogger