Kingdon181 Cyber Area
Sabtu, 15 Februari 2014
ONE DAY ONE JUZ (ODOJ) MENYONGSONG INDONESIA EMAS
Tahun
2014 disebut-sebut sebagai tahun politik karena pada tahun ini akan diadakan
pemilihan pemimpin bangsa masa depan, baik wakil rakyat dan juga presiden. Diperkirakan
hampir 50 juta pemilih dalam pemilu 2014 adalah pemilih pemula yang berasal
dari penduduk usia muda. Hasil
dari tahun politik tentu akan menentukan wajah bangsa Indonesia lima tahun
mendatang dan akan berdampak terhadap perkembangan bangsa dalam jangka waktu
yang lebih panjang. Sebagai tahun politik, sesungguhnya tahun 2014 merupakan
momentum perubahan bangsa ke arah yang lebih baik, lebih bermartabat, serta
lebih berkarakter. Harapan tersebut hanya bisa terwujud jika seluruh komponen
bangsa mau bersungguh-sungguh melakukan perbaikan, terutama perbaikan pola
pikir, karakter dan kepribadian para pemimpin.
Penting
untuk kita ingat bahwa banyak ahli memperkirakan dalam rentang lima tahun
mendatang bangsa Indonesia diperkirakan akan berada pada masa ‘keemasan’. Masa
Indonesia emas tersebut ditandai dengan terjadinya ledakan penduduk usia
produktif dan menurunnya jumlah anak-anak dan lansia yang notabene akan menjadi
beban anggaran negara. Namun ledakan penduduk usia produktif tersebut tidak
akan memberikan dampak positif jika kualitas mereka berada dibawah rata-rata.
Bahkan keberadaan mereka bisa menjadi malapetaka kependudukan sehingga ledakan
penduduk usia produktif sebagai bonus demografi akan berlalu dengan sia-sia.
Jika
bonus demografi berlalu dengan sia-sia maka hal tersebut merupakan kerugian
terbesar bagi bangsa Indonesia karena bonus demografi akan sulit terulang
kembali. Untuk itu persiapan untuk memaksimalkan bonus demografi harus
dilakukan secara total dan menyeluruh. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan
adalah kualitas pendidikan. Selama ini pendidikan kita lebih berorientasi pada
aspek intelektual sehingga aspek emosional dan spiritual sering terabaikan,
kalau pun ada porsinya sangat sedikit sekali. Akibatnya, hilanglah keseimbangan
manusia sebagai makhluk.
Kerisauan
terhadap kondisi anak bangsa yang kehilangan keseimbangan jati diri tersebut
membuat sekelompok anak muda mencoba melakukan suatu gerakan yang bertujuan
memperkuat kualitas hasil pendidikan. Gerakan yang dilakukan cukup unik namun
sangat menarik. Unik karena belum ada yang melakukannya selama ini, dan menarik
karena ditata dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Mereka menamakannya
dengan gerakan One Day One Juz (ODOJ).
Kegiatan
ODOJ hanyalah kegiatan yang sederhana, yakni menyelesaikan bacaan Al-Quran
dalam sehari secara berkelompok. Satu kelompok terdiri dari 30 orang, sehingga
masing-masing mendapat bagian satu juz karena Al-Quran terdiri dari 30 juz.
Uniknya, mereka yang tergabung dalam satu kelompok tidak berada pada satu
tempat melainkan terpisah antar kota bahkan antar propinsi di Indonesia. Sarana
perantara yang mereka gunakan untuk komunikasi adalah jejaring sosial. Artinya,
gerakan ODOJ selain bermakna religius juga bermakna sosial. Dengan demikian
maka anak-anak muda yang akan menjadi kekuatan bonus demografi akan terhubung
melalui wadah ODOJ.
Kegiatan
mengaji (membaca Al-Quran, red) sesungguhnya bukanlah merupakan hal yang baru
bagi masyarakat Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, kegiatan mengaji
merupakan rutinitas sehari-hari bagi masyarakat muslim Indonesia. Mereka biasanya melakukan kegiatan mengaji pada senja hari,
usai maghrib menjelang isya. Namun lama kelamaan, seiring dengan kurangnya perkembangan teknologi informasi, kebiasaan tersebut mulai pudar
dan nyaris musnah. Saat ini, jika kita berjalan dipemukiman penduduk usai
maghrib maka kita sulit menemukan dan mendengar suara orang sedang mengaji. Agaknya, saat ini, suara televisi
telah mengalahkan suara orang mengaji. Ragam siaran televisi telah menyisihkan
kebiasaan maghrib mengaji ditengah-tengah masyarakat Indonesia.
Di
Minangkabau (Sumatra Barat), anak laki-laki dan pemuda mengaji di surau
sementara anak-anak perempuan dan ibu-ibu mangaji di rumah. Usai mengaji para
pemuda memanfaatkan halaman surau sebagai tempat berlatih silat sebagai ilmu
bela diri. Dengan demikian, maka di Minangkabau ada ungkapan: Sebodoh-bodohnya orang Minangkabau selalu bisa membaca Al-Quran. Tidak hanya di Minangkabau, umat muslim di daerah lain di seluruh Indonesia sesungguhnya juga memiliki tradisi mengaji. Pada masa dahulu kegiatan mengaji memang menjadi salah satu kegiatan rutin bagi umat muslim dimana saja berada, baik yang diperkotaan maupun yang berada di daerah pedesaan. Maka tidak heran jika pada masa tersebut
banyak bermunculan anak-anak muda yang memiliki karakter yang kuat.
Tak
salah jika Soekarno berani berkata, “Berikan aku sepuluh pemuda maka akan ku
guncang dunia.” Tokoh-tokoh seperti
Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Cut Nyak Din, Kyai Ahmad
Dahlan, H. Agus Salim, Jenderal Sudirman, Moh. Hatta, M. Yamin, M. Natsir,
Rasuna Said, dan tokoh-tokoh nasional lainnya jelas akan mampu mengguncang
dunia. Hal tersebut telah mereka buktikan pada masa menjelang kemerdekaan.
Pintar berdiplomasi dan juga pintar adu strategi dalam berperang. Meski kalah
senjata namun mereka tidak kalah kepintaran dan semangat juang.
Kini,
tokoh-tokoh nasional tersebut telah tiada. Tongkat estafet mengurusi bangsa ini
telah berada pada kita, generasi yang sekarang. Artinya, nasib bangsa untuk
masa datang bergantung kepada pemuda-pemuda masa kini. Namun, tanpa mengaji
maka sangat mustahil akan lahir pemuda-pemuda yang memiliki karakter nan kuat.
Kebiasan
mengaji seusai maghrib telah mulai ditinggalkan masyarakat Indonesia. Gerakan
One Day One Juz mencoba mewadahi para pemuda untuk kembali mengaji. Gerakan ODOJ boleh dikatakan sebagai kegiatan yang baru namun pada intinya Komunitas ODOJ hanya melakukan suatu inovasi terhadap kegiatan mengaji nan pernah menjadi tradisi bangsa. Mengaji
harus kembali membumi demi menyonsong Indonesia Emas. Semoga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar