Kingdon181 Cyber Area
Minggu, 28 September 2008
SELAMAT LEBARAN 1429H/2008M
KINGDON181 Mengucapkan:
SELAMAT MEMPERINGATI HARI SOEMPAH PEMOEDA (1928-2008)
DAN HARI PAHLAWAN (10 NOVEMBER)
SELAMAT MEMPERINGATI HARI SOEMPAH PEMOEDA (1928-2008)
DAN HARI PAHLAWAN (10 NOVEMBER)
Sabtu, 13 September 2008
Fenomena Maninjau dan Aturan Di Kelok 44
Oleh: DM. Thanthar
Di kelok ampek puluh ampek
Denai bamulo barangkek
Tinggalah kampuang sanak saudaro
… … …
Lagu di atas mengingatkan kita dengan Elli Kasim, seorang penyanyi Legendaris Minangkabau kelahiran Tiku. Sementara itu, bait-bait lagu akan mengingatkan kita kepada sebuah jalur perjalanan yang memiliki tikungan (baca : kelok) tajam sebanyak 44 (ampek puluah ampek) buah. Memang lagu tersebut bercerita tentang kesedihan seseorang yang akan pergi merantau, meninggalkan kampung halamannya dengan melewati kelok 44.
Kelok 44 sering sekali dikaitkan dengan daerah Maninjau. Paling tidak ini disebabkan karena kelok 44 merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan Bukittinggi dengan Lubuak Danau Nan Sapuluah yang lebih dikenal dengan sebutan Danau Maninjau.
KELARASAN KE-TIGA DI MINANGKABAU; Hasil Perkawinan Lareh Nan Duo
Oleh: DM. Thanthar
Alam Minangkabau dikenal dengan sebutan luhak nan tigo dan lareh nan duo. Luhak nan tigo terdiri dari Luhak Tanah Data, Luhak Agam, dan Luhak 50 Koto, sedangkan lareh nan duo adalah kelarasan Koto Piliang dan kelarasan Bodi Caniago.
Istilah luhak mengandung pengertian geografis, politik administratif, sosial ekonomis dan budaya. Sementara itu istilah lareh (laras) memiliki makna ’hukum’, yaitu tata cara adat turun temurun (MD.Mansoer,dkk: 1970).
Kelarasan Koto Piliang merupakan hasil pemikiran Datuk Katumanggungan, sedangkan kelarasan Bodi Caniago dirumuskan oleh Datuk Parpatiah Nan Sabatang. Kedua datuk ini diyakini oleh masyarakat Minangkabau sebagai founding father adat di Minangkabau. Dua kelarasan tersebut merupakan kelarasan yang dianut oleh sebagian besar kaum di Minangkabau. Namun demikian, ada kaum di Minangkabau yang tidak menganut salah satu dari dua sistem kelarasan yang ada itu. Mereka tidak memakai sistem kelarasan Bodi Caniago, tetapi kelarasan Koto Piliang juga bukan. Hal itu dinyatakan dalam pantun adat: Pisang sikalek-kalek utan, pisang tambatu nan bagatah. Koto Piliang inyo bukan, Bodi Caniago inyo antah. (Pisang sikelat-kelat hutan, pisang tambatu nan bergetah. Koto Piliang mereka bukan, Bodi Caniago mereka entah).
WAJAH MINANGKABAU MASIH SAMAR; Seputar Keberadaan Luhak Nan Tuo Di Minangkabau
Oleh: DM. Thanthar
Sumatra Barat merupakan wilayah yang dahulunya merupakan bagian dari wilayah Minangkabau. Wilayah Sumatra Barat tidak sama dengan wilayah Minangkabau, karena wilayah Minangkabau jauh lebih luas daripada wilayah Sumatera Barat. Namun demikian, pada saat ini hanya wilayah Sumatra Barat yang identik dengan wilayah Minangkabau.
Wilayah Minangkabau terdiri dua bagian yaitu daerah luhak dan rantau. Daerah luhak terdiri dari Luhak Tanah Data, Luhak Agam, dan Luhak 50 Koto. Ketiga luhak tersebut dikenal dengan Luhak Nan Tigo. Selain Luhak Nan Tigo, ternyata ada satu luhak yang jarang disebutkan dalam pembagian wilayah Minangkabau yakni Luhak Kubuang Tigo Baleh yang terletak di sekitar Gunung Talang (A.A. Navis : 1984).
Sementara itu daerah rantau, secara etnografis, adalah wilayah Minangkabau yang berada di luar daerah luhak nan tigo. Daerah rantau dikenal juga dalam pembagiannya secara geografis yakni rantau pesisir barat dan rantau pesisir timur, yang pada umumnya merupakan daerah aliran sungai. Rantau pesisir barat berada di sepanjang pesisir barat Sumatra, mulai dari Barus (Sumatra Utara) sampai ke Muko-muko (Bengkulu). Rantau aliran sungai terdiri dari Sungai Kampar, Kuantan, Ombilin, Batanghari, dan aliran sungai yang mengalir ke pantai timur Sumatra.
Langganan:
Postingan (Atom)