Kingdon181 Cyber Area
Jumat, 03 Juli 2015
Sekilas Mengenal Istana Kepresidenan Bogor (Bogor Presidential Palace)
Oleh: Doni Marlizon, S.S
(Alumni Diklat Pengangkatan Arsiparis Tingkat Ahli Tahun 2012 di Pusdiklat
Kearsipan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Jl. H. Djuanda No. 62 Bogor
Jawa Barat)
Berkunjung ke Kota Bogor
kurang lengkap rasanya jika tidak singgah dan menikmati sejuknya udara di Kebun
Raya Bogor. Kebun Raya Bogor yang lokasinya tidak jauh dari Terminal Bus
Baranang Siang itu akan memanjakan anda dengan koleksi tumbuhannya yang sangat
beragam. Tidak salah jika Kebun Raya yang dibangun pada masa kolonial Belanda
itu menjadi pusat Penelitian Botani di Indonesia. Di areal Kebun Raya Bogor itu
pulalah berdirinya Istana Kepresidenan Bogor. Istana yang sarat dengan
peristiwa-peristiwa bersejarah semenjak zaman kolonial hingga sekarang.
Istana Kepresidenan Bogor terletak di Jalan
Ir. H. Juanda No. 1 Kota Bogor Propinsi Jawa Barat, sekitar 60 kilometer dari
Kota Jakarta. Luasnya sekitar 28,86 hektar dan berada pada ketinggian 290 meter
di atas permukaan laut.
Keberadaan Istana
Kepresidenan Bogor berawal dari keinginan Gubernur Jenderal Belanda yakni G.W.
Baron Van Imhoff untuk mencari tempat yang berhawa sejuk di luar Kota Batavia
(sekarang Jakarta). Pencarian lokasi berhawa sejuk yang dilakukan Baron Van
Imhoff dikarenakan cuaca dan hawa Kota Batavia yang dirasa terlalu panas dan
ramai sehingga tidak cocok menjadi tempat beristirahat. Pada tanggal 10 Agustus
1744 ia menemukan sebuah tempat di Kampoeng Baroe yang menurutnya sangat cocok
untuk membangun tempat peristirahatan (pasanggrahan) karena lokasinya bagus dan
strategis.
Pada tahun 1745 Baron Van
Imhoff (1745-1750) memerintahkan pembangunan pasanggrahan di lokasi pilihannya.
Pasanggrahan tersebut diberi nama Buitenzorg yang berarti bebas dari masalah
dan kesulitan. Sketsa bangunannya mencontoh arsitektur Istana Blenheim di
Inggris yakni kediaman Duke of Marlborough yang berada dekat Kota Oxford di
Inggris.
Istana Buitenzorg mengalami
kerusakan yang parah ketika terjadinya Perang Banten (1750-1754) yang dipimpin Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang.
Kerusakan Istana Buitenzorg akibat perang yang terjadi selama 4 (empat) tahun
tersebut kembali diperbaiki oleh Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff.
Pada masa kekuasaan
Gubernur Jenderal Willem Deandels (1808 -1811) dilakukan perluasan gedung yakni
dengan menambah lebar bangunan kebagian kiri dan kanan. Pengembangan gedung
Istana Buitenzorg juga dilakukan pada masa Pemerintahan Gubernur Jenderal Baron
Van Der Capellen (1817-1826) yakni dengan merenovasi gedung induk utama menjadi
dua tingkat. Di tengah-tengah gedung induk didirikan kubah (dome) dan lahan di
sekeliling Istana Buitenzorg dijadikan sebagai Kebun Raya untuk keperluan riset
ilmu Botani. Kebun Raya tersebut diresmikan pada tanggal 18 Mei 1817.
Pada 10 Oktober 1834
terjadi bencana gempa bumi yang mengakibatkan Bangunan Istana Buitenzorg
mengalami kerusakan sangat parah sehingga tidak dapat digunakan lagi sebagai
tempat peristirahatan. Pada masa Pemerintahan Albertus Yacob Duijmayer Van
Twist (1851-1856) bangunan lama yang telah rusak oleh gempa dirobohkan dan
dibangun kembali secara keseluruhan menjadi bangunan baru satu tingkat dengan
mengambil desain arsitektur Eropa Abad IX.
Penyelesaian bangunan
Istana Buitenzorg baru terjadi pada masa Pemerintahan Gubernur Jenderal Charles
Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Petinggi Belanda yang terakhir
menggunakan Istana Buitenzorg adalah Gubernur Jenderal Tjarda Van Starckenborg
Stachouwer (1936-1942). Tjarda secara terpaksa harus menyerahkan Istana
Buitenzorg kepada Jenderal Imamura sebagai Pemerintah Pendudukan Jepang setelah
pasukan Jepang berhasil mengalahkan Belanda.
Tercatat sebanyak 44 (empat
puluh empat) Gubernur Jenderal Belanda yang pernah menempati Istana Buitenzorg.
Pada tahun 1949 Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih Istana Buitenzorg
dan memfungsikannya sebagai Istana Kepresidenan Republik Indonesia.
Fungsi
Utama
Setelah dinyatakan sebagai
Istana Kepresidenan RI maka fungsi istana berubah menjadi kantor urusan
kepresidenan sekaligus menjadi tempat kediaman resmi Presiden Republik
Indonesia. Sejalan dengan fungsi tersebut, telah banyak peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi di Istana Kepresidenan Bogor. Beberapa peristiwa penting
yang pernah berlangsung di Istana Kepresidenan Bogor yakni Konferensi Lima
Negara pada tanggal 28-29 Desember 1954, Pembahasan Masalah Konflik Kamboja
pada Forum Jakarta Informal Meeting (JIM) tanggal 25-30 Juli 1988, Pertemuan
Para Pemimpin APEC tanggal 15 November 1994, dan di Istana Kepresidenan Bogor
pula terjadinya Peristiwa Penandatanganan Surat Perintah 11 Maret 1966 yang
dikenal dengan sebutan Supersemar.
Gedung
Induk
Luas Gedung Induk adalah
500 m2, terdiri dari delapan ruang yaitu Ruang Garuda, Ruang
Teratai, Ruang Film, Ruang Makan, Ruang Kerja Presiden, Ruang Perpustakaan,
Ruang Keluarga dan kamar tidur, serta Ruang Tunggu Menteri.
Adapun fungsi masing-masing
ruang adalah sebagai berikut. Ruang Garuda berfungsi sebagai ruang resepsi;
Ruang Teratai merupakan ruang yang digunakan untuk menerima tamu presiden;
Ruang Film adalah ruangan tempat pemutaran film. Pada masa Presiden Soekarno ruangan
ini pernah berfungsi sebagai ruang pemutaran film; Ruang Makan berfungsi
sebagai ruang makan utama; Ruang Kerja Presiden berfungsi sebagai tempat
bekerja presiden; Ruang Keluarga dan Kamar Tidur merupakan ruangan tempat
beristirahat sekaligus ruang tunggu presiden ketika akan menghadiri acara di
Ruang Garuda; Ruang Tunggu Menteri adalah ruangan tempat para menteri menunggu
sebelum mengikuti acara-acara yang diselenggarakan di Ruang Garuda.
Ruang
Garuda
Ruang Garuda memiliki
latarbelakang Burung Garuda sebagai Lambang Negara Republik Indonesia. Garuda
Pancasila berukuran besar digantungkan di dinding tembok ruangan. Pada dua sisi
(kiri dan kanan) dinding ruang penghubung terdapat masing-masing cermin
berbingkai keemasan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda. Kedua cermin
tersebut dikenal dengan Cermin Seribu. Disebut Cermin Seribu karena jika anda
berdiri di antara dua cermin tersebut maka bayangan anda pada masing-masing
cermin akan terlihat sangat banyak seolah-olah ada ribuan bayangan.
Gedung
Induk Sayap Kiri dan Gedung Sayap Kanan
Gedung ini diperuntukan
bagi para menteri yang menyertai Tamu Negara. Gedung Induk Sayap Kanan
diperuntukkan sebagai tempat menginap tamu dan para kepala negara. Berbeda
dengan Gedung Induk Sayap Kanan, Gedung Induk Sayap Kiri terdiri dari dua
ruangan yakni Ruang Konferensi dan Ruang Tidur serta Ruang Tengah.
Ruang Konferensi pernah
digunakan sebagai tempat diselenggarakannya Konferensi Lima Negara (Ruang Panca
Negara) yaitu pada tahun 1954. Konferensi bertujuan untuk mempersiapkan
Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Sementara Ruang Tidur dan Ruang Tengah
berfungsi sebagai tempat menginap para menteri, tamu Negara, dan tamu agung.
Bangunan-bangunan
lain di Lingkungan Istana Kepresidenan Bogor
Selain Gedung Induk, di
Lingkungan Istana Kepresidenan Bogor juga terdapat beberapa bagunan yang
merupakan paviliun. Bangunan-bangunan tersebut adalah Paviliun Amarta (Paviliun
I), Paviliun Madukara (Paviliun II), Paviliun Pringgondani (Paviliun III),
Paviliun Dwarawati (Paviliun IV), dan Paviliun Jodipati (Paviliun V). Setiap
paviliun memiliki fungsi sebagai tempat peristirahatan bagi tamu kepresidenan.
Selain lima paviliun tersebut ada satu paviliun lagi yakni Paviliun Dyah
Bayurini yang biasa digunakan oleh presiden dan keluarga ketika berada di
Istana Kepresidenan Bogor.
Kepustakaan
dan Benda Seni
Perpustakaan Istana
Kepresidenan Bogor memiliki koleksi sekitar 3.205 buku. Istana Kepresidenan
Bogor juga menyimpan banyak benda seni bernilai tinggi. Benda seni tersebut
berupa lukisan, patung, aneka ragam keramik, dan benda-benda seni lainnya.
Jumlah lukisan yang
terdapat di Istana Kepresidenan Bogor sekitar 520 lukisan. Sementara jumlah
patung berkisar 216 patung dengan ragam jenis dan ukuran. Selain itu Istana
Kepresidenan Bogor juga mengoleksi berbagai jenis keramik. Sedikitnya ada 196
jenis keramik yang terdapat di istana yang dikelilingi Kebun Raya Bogor
tersebut. Semua benda-benda seni tersebut tersimpan dan terawatt dengan baik di
museum yang ada di lingkungan Istana Kepresidenan Bogor.
Pada masa Pemerintahan
Gubernur Jenderal Willem Deandels (1808-1811) di halaman istana didatangkan dan
dipelihara enam pasang rusa totol (axis-axis). Rusa totol tersebut berasal dari
daerah perbatasan India-Nepal. Hingga kini rusa-rusa tersebut masih terus
berkembang dan menjadi salah satu daya tarik tersendiri Istana Kepresidenan
Bogor. Diperkirakan populasi rusa-rusa totol yang berkeliaran bebas di
lingkungan Istana Kepresidenan Bogor itu telah mencapai 785 ekor.
Sumber:
Dari berbagai sumber.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar