Sabtu, 25 Agustus 2012

PERMAINAN TRADISIONAL NAN MAKIN LANGKA

.
Oleh: Dila Afriani, S.Pd

Sebuah mobil pick-up melaju dengan kecepatan sedang. Di bak terbuka mobil duduk beberapa orang dengan sikap siaga. Setiap mereka memegang senjata terkokang yang pelurunya siap dimuntahkan kepada siapa saja yang mereka inginkan. Mereka tidak peduli yang menjadi sasaran peluru mereka itu juga memegang senjata atau tidak. Mereka terlihat merasa gagah dengan senjata itu. Mereka juga bahagia setelah melepaskan tembakan, buktinya mereka tertawa-tawa usai menembak.

Sementara itu, di sudut-sudut rumah pemukiman rakyat juga bersiaga beberapa orang. Mereka juga bersenjata. Mereka mengintai kendaraan yang membawa rombongan bersenjata tadi. Begitu kendaraan itu lewat, maka.. dor.. dor.. mereka mulai menembak lalu lari bersembunyi di balik bangunan dan batang pohon terdekat guna menghindari peluru lawan sambil mengokang senjata. Tembak menembak pun terjadi dengan sengit. Rata-rata mereka memegang senjata jenis shotgun yang tiap kali usai menembak harus dikokang dulu sebelum memuntahkan pelurunya lagi. Lainnya, menggunakan senjata jenis pistol. Usai kendaraan yang menjadi sasaran tembak telah lewat mereka kembali bersiaga untuk melakukan serangan terhadap kendaraan berikutnya.

Jumat, 10 Agustus 2012

SEKILAS TENTANG KANTOR ARSIP, PERPUSTAKAAN DAN DOKUMENTASI KOTA PADANG


Oleh: DM Sutan Zainuddin, S.S

Peta Padang Tempo Dulu
Organisasi kearsipan di Indonesia secara resmi dimulai pada tahun 1892, ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan kantor Landsarchief atau tempat penampungan arsip pemerintah Hindia Belanda maupun arsip pemerintah VOC pada tanggal 28 Januari 1892. Perkembangan Landsarchief sejak 1892 sampai tahun 1945 yaitu ketika runtuhnya Hindia Belanda, merupakan suatu masa yang amat menarik, karena dimasa inilah diletakkan dasar kearsipan di Hindia Belanda sebagai alat administratif dan sumber ilmu pengetahuan.
Pada zaman kolonial Belanda, walaupun telah terbentuk lembaga kearsipan, tetapi pengelolaannya lebih banyak ditujukan bagi kepentingan Belanda. Bangsa pribumi yang membantu di kotapraja sama sekali tidak diberikan ilmu tentang cara penanganan arsip, apalagi mengenai informasi  yang terkandung dalam arsip tersebut. Bahkan setelah Belanda terusir, banyak arsip kita yang dibawa ke negara Belanda. Sementara itu, berbeda dengan zaman pendudukan Belanda, zaman pendudukan Jepang merupakan zaman yang sepi dalam dunia kearsipan. Akibatnya, para sejarahwan mengalami kesulitan melakukan penulisan sejarah tentang masa pendudukan Jepang karena tidak tersedianya arsip yang berkaitan dengan zaman Jepang.